Hubungan Industrialisasi dengan Kemiskinan
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi di
Indonesia sejak Pelita I hingga saat ini
telah mencapai hasil yang diharapkan. Setidaknya industrialisasi telah
mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan ekonomi
secara sektoral di Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses
transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara, dimana terjadi
penurunan kontribusi sektor pertanian (sering disebut sektor primer), sementara
kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat.
Hal tersebut
memiliki pengaruh sampingan terhadap pelestarian lingkungan hidup dan proses
penanggulangan kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Industrialisasi telah menimbulkan penambahan jumlah kemiskinan dan pengurangan
sumber daya alam secara signifikan.
Selain itu,
hubungan antara pelestarian lingkungan hidup dan penanggulangan kemiskinan
sudah cukup lama menjadi bahan perdebatan, terutama di kalangan penyusun
kebijakan. Di Indonesia, topik ini menjadi hangat saat tumbuhnya kesadaran
lingkungan pada akhir dekade 1960-an. Pada saat itu, di
satu pihak muncul tekanan untuk membangun
lembaga pemerintahan yang khusus mengatur pelestarian lingkungan. Tetapi di
pihak lain, berkembang pula oposisi yang
mengkhawatirkan adanya kekuatan gerakan pelestarian lingkungan hidup yang
dapat menghambat pembangunan, terutama pembangunan ekonomi, sehingga mengganggu
upaya penanggulangan kemiskinan. Kompromi yang dicapai tercermin dari
dibentuknya sebuah Kantor Menteri Negara
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup pada tahun 1978. Bentuk “Kantor
Menteri Negara” berarti lembaga yang bersangkutan hanya mempunyai
kewenangan koordinasi, bukan operasional, dan tidak
memiliki kantor di daerah.
Ketiga komponen
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Ada hubungan saling mempengaruhi yang
terlihat seperti membentuk pola ketergantungan yang tak terpisahkan.
Industrialisasi mempengaruhi lingkungan hidup dan sumber daya alam, permasalahan
lingkungan hidup memiliki dampak terhadap perekonomian dan kemiskinan,
kemiskinan merupakan salah satu dampak sampingan industrialisasi.
B. Industrialisasi
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep
industrialisasi berawal dari proses revolusi industri pertama pada pertengahan
abad ke-18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penemuan
kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan
produktifitas dari faktor produksi yang digunakan.
Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi
antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan antar
negara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan
mendorong perubahan struktur ekonomi. Dapat dikatakan bahwa progres teknologi
dan inovasi adalah dua faktor penting yang merubah struktur ekonomi suatu
negara dari sisi penawaran agregat (produksi), sedangkan peningkatan pendapatan
masyarakat yang mengubah volume dan komposisi mempengaruhi struktur ekonomi
dari sisi permintaan agregat.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka
panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan
penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin
mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Ada sejumlah indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur industrialisasi, diantaranya adalah sumbangan nilai tambah sektor
industri manufaktur terhadap pembentukan PDB, nilai tambah sektor industri
manufaktur (NTSIN) perkapita, dan adalah rasio nilai output atau nilai tambah
sektor industri terhadap sektor pertanian.
Pengertian Industri secara umum industri merupakan
suatu kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya.
Sedangkan pengertian dari Industrialisasi suatu proses interkasi antara
perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Dari beberapa pengertian industri maka secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa perusahaan
yang memproduksi barang-barang tertentu dan menempati areal tertentu dengan
output produksi berupa barang atau jasa. Usaha perakitan atau assembling dan
juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa
barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
- Jenis-Jenis Industri
a. Usaha dan Jenis
/ Macam-macam Industri Berdasarkan Tempat Bahan Baku:
- Industri ekstraktifadalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan dan lain-lain.
- Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar
- Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
b. Golongan / macam
Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal:
- Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya.
- Industri padat karya adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
c. Jenis-jenis /
Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya
berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986
berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986
- Industri kimia dasar,contohnya: seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk.
- Industri mesin dan logam dasar, misalnya: seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil.
- Industri kecil. Contoh: seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah
- Aneka industry misalnya: seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
d. Jenis-jenis / Macam
Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
- Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
- Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
- Industri sedang atau industri menengahadalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
- Industri besar adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.
e.
Pembagian/Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi:
- Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
- Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja/labor: Adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja/pegawai untuk lebih efektif dan efisien.
- Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku: Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar
f. Macam-macam/Jenis
Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan
- Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
- Industri sekunder
industri sekunder
adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang
untuk diolah kembali.
Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya. Industri tersier
Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya. Industri tersier
Adalah industri yang
produk atau barangnya berupa layanan jasa.
Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
- Faktor – Faktor Pendorong Industrialisasi
Faktor Pendorong Industrialisasi (perbedaan intesitas
dalam proses industrialisasi antar negara) :
a) Kemampuan teknologi
dan inovasi.
b) Laju pertumbuhan
pendapatan nasional per kapita.
c) Kondisi dan struktur
awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri
dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin
alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
d) Besar pangsa pasar DN yang
ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200
juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e) Ciri industrialisasi
yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis
industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA:
Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
g) Kebijakan/strategi
pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi
ekspor.
Pada tingkat meso, keberhasilan industrialisasi dapat dilihat dari 3 aspek:
1. Tingkat diversivikasi
output baik didalam satu kelompok barang (misalnya barang konsumsi) atau untuk
semua kategori, termasuk barang-barang modal dan input perantara.
2. Adanya pergeseran
dari barang-barang berbobot tekhnologi rendah ke barang-barang dengan kandungan
tekhnologi tinggi.
3. Adanya keterkaitan
produksi yang kuat antara industri, yang mencermikan ketergantungan sektor
tersebut terhadap impor.
Pada tingkat mikro, keberhasilan industrialisasi dapat
dilihat pada kinerja perusahaan secara individu atau kelompok, mulai dari
pertumbuhan volume output rata-rata pertahun, skala usaha, hingga keuntungan
bersih per satu unit output yang dihasilkan.
- Permasalahan Tantangan Perkembangan Sektor Industri
Beberapa permasalahan antangan perkembangan sektorindustri diantranya ialah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya daya
saing dan keunggulan kompetitif industri nasional yang mengandalkan pada
keterampilan dan kreativitas sumber daya manusia, kemampuan teknologi dan
kemampuan manajemen dengan tetap memanfaatkan keungulan komparatif yang
dimiliki.
2. Peningkatan kemampuan
tenaga kerja industrial yang ahli dan trampil dalam jumlah dan mutu yang sesuai
dengan kebutuhan berbagai jenis industri termasuk mendorong untuk menguasai dan
melaksanakan pengalihan berbagai jenis teknologi guna mendukung proses
industrialisasi
3. Menumbuhkan motivasi
dan daya kreasi inovatif yang luas serta menciptakan iklim usaha dan persaingan
yang sehat termasuk perlindungan hasil inovasi.
4. Menggerakkan tabungan
masyarakat dan menyalurkannya ke arah investasi yang produktif di sektor
industri, dan secara efektif mampu memberikan dampak ganda terhadap proses
akumulasi modal.
5. Mengembangkan iklim
investasi dan berbagai sistem insentif yang dapat lebih meningkatkan daya tarik
investasi di sektor indsutri
6. Perluasan basis
pendukung industri dengan mengembangkan keterkaitan, persebaran, struktur
produksi-ekspor-impor sebagai prasyarat terciptanya struktur industri yang
kukuh.
7. Membangun perangkat
kelembagaan yang mantap sehingga sector industri senantiasa mampu tanggap dan
terandalkan dalam menghadapi berbagai perkembangan ataupun perubahan yang
timbul.
8. Mengembangkan dan
mempercepat pertumbuhan industri kecil dan menengah secara lebih terarah,
terpadu dan efektif sehingga menjadi tulang punggung struktur industri
nasional.
9. Meningkatkan
kemampuan industri kecil dan menengah yang telah mulai berkembang untuk
memanfaatkan relokasi industri yang berasal dari negara maju ke Indonesia,
khususnya industri skala menengah.
10. Menentukan pilihan kebijakan yang tepat
untuk melaksanakan pembangunan industri yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dengan pengaturan tata ruang yang tepat.
- Strategi Industrialisasi
Dalam melaksanakan industrialisasi, ada dua pilihan
strategi yaitu strategi substitusi impor dan strategi promosi ekspor. Strategi
pertama sering juga disebut dengan inward-looking, sedangkan strategi kedua
outward-looking. Strategi SI lebih menekankan pada pengembangan industri yang
berorientasi kepada pasar domestik. SI adalah industri domestik yang membuat
barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi PE lebih berorientasi ke
pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.
Pada tingkat meso, keberhasilan industrialisasi dapat dilihat dari 3 aspek:
1. Tingkat diversivikasi output baik didalam satu
kelompok barang (misalnya barang konsumsi) atau untuk semua kategori, termasuk
barang-barang modal dan input perantara.
2. Adanya pergeseran dari barang-barang berbobot
tekhnologi rendah ke barang-barang dengan kandungan tekhnologi tinggi.
3. Adanya keterkaitan produksi yang kuat antara
industri, yang mencermikan ketergantungan sektor tersebut terhadap impor.
4. Pada tingkat mikro, keberhasilan industrialisasi
dapat dilihat pada kinerja perusahaan secara individu atau kelompok, mulai dari
pertumbuhan volume output rata-rata pertahun, skala usaha, hingga keuntungan
bersih per satu unit output yang dihasilkan.
- Strategi Substitusi Impor
Strategi substitusi impor (Inward Looking). Bertujuan
mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat
menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini
adalah Korea & Taiwan..
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
o Sumber daya alam & Faktor produksi
cukuo tersedia
o Potensi permintaan dalam negeri memadai
o Sebagai pendorong perkembangan industri
manufaktur dalam negeri
o Kesempatan kerja menjadi luas
o Pengurangan ketergantungan impor,
sehingga defisit berkurang.
Strategi substitusi
impor merupakan strategi yang menekankan pada pengembanagan industri yang
berorientasi pada pengembangan industri yang berorientasi kepada pasar
domestik. stategi SI dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan indusri di dalam negeri yang
memproduksi barang_barang penggati impor.
Strategi SI juga lebih mendepankan pengembangan
industri-industri skala besar yang padat modal kebanyakan dalam bentuk joint
venture dengan perusahaan-perusahaan besar asing. Pola industrialisasi seperti
ini menimbulkan atau memperbesar ketimpangan dalam distribusi pendapatan dsan
ketidak seimbangan pembangunan ekonomi antar daerah perkotaan dan daerah
perdesaan dalam proses pembangunan. Pengalaman-pengalaman di banyak negara
berkembang menunjukkan bahwa strategi SI sangat berdampak negativ terhadap
neraca pembayaran karena industri-industri subtitusi impor didalam negeri
sangat tergantung pada impor bahan baku, barang modal, input perantara, dan
material lainnya.
- Strategi SI Berhasil di Indonesia
Krisis ekonomi yang melanda indonesia menunjukkan
bahwa ternyata sektor industri manufaktur nasional tidak berkembang baik.
Memang, laju pertumbuhan output-nya rata-rata pertahun cukup tinggi, namun
sektor tersebut sangat tergantung pada impor, khususnya untuk barang modal,
input perantara, dan bahan baku.
Banyak studi yang berpendapat bahwa strategi SI
memberi lebih banyak efek negativ daripada efek positif terhadap negara yang
menerapakannya, walaupun diakui bahwa strategi tersebut berhasil dalam
mengakselerasi proses industrialisasi. Pokok utama dari kritik mengenai
strategi SI adalah bahwa proteksi yang diberikan terlalu berlebihan. Proteksi,
di suatu pihak, memang diperlukan pada tahap awal proses pengembangan industru
dalam negeri. Argumen yang sering ditonjolkan untuk memperkenalkan proteksi
adalah infant industri argument: perlindungan terhadap industri dalam negerti
yang baru tumbuh. Akan tetapi proteksi yang tinggi tidak hanya mengakibatkan
alokasi dari sumber daya-sumber daya produksi tidak efisien distorsi yang
ditimbulkan dipasar output dan dipasar input, tetapi juga dapat membuat
industri yang dilindungi menjadi tidak efisien dan pada akhirnya tingkat daya
saing globalnya, baik dipasar ekspor maupun pasar domestik, terhadap
produk-produk impor rendah. Maka dari itu peningkatan strategi ini sangat
dibutuhkan.
Kelemahan, dan mungkin hasibuan (1993) jelaskan
sebagai berikut :
§ Bahan baku dan tenaga kerja yang tersedia
bukan yang siap digunakan hal ini dapat menimbulkan external diseconomies.
sumber sumber ekonomi tersebut belum tentu memiliki kualitas yang baik .
§ Pasar yang dilayani oleh produsen dalm negeri
adalah domestik tanpa ada persaingan dari barang barang impor, maka setiap
produk yang dihasilkan tidak dikaitkan dengan kemampuan bersaing di pasar
internasional.
§ Belum tentu tingkat ketergantungan terhadap
impor menjadi rendah dengan penerapan strategi SI. Pengalaman di Indonesia
menunjukkan bahwa untuk membuat barang barang konsumsi memerlukan komponen,
spare parts, bahan baku , mesin, dan alat alat produksi yang semuanya masih
harus diimpor, sementara kebutuhan untuk mengimpor barang barang konsumsi tidak
akan segera dihapuskan atau dihilangkan sama sekali
§ . Diharapakan kesempatakerja akan berkembang
dengan luas . akan tetapi, ini tentu tergantung pada teknologi yang digunakan
dalam proses produksi
§ Nilai tambah pada umumnya dapat ditingkatkan ,
tetapi dipihak lain beberapa industri dapat mempunyai nilai tambah yang negatif
bila dibandingkan nilai tambah dari industri yang sama dari industri
internasional.
§ Tngkat proteksi yang tinggi cenderung
membentuk sikap keangkuhan produsen dalam negeri .
§ Walaupun potensi permintaan di pasar dalam
negeri cukup besar, tetapi masih ada hal hal lain yang lebih menentukan apakah
potensi tersebutdapat terealisasi.
- Strategi PE
Strategi PE adalah strategi
promosi eksport ,dimana strategi PE lebih berorientasi ke pasar internasional
dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri. Strategi PE lebih
berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam
negeri.
Strategi promosi ekspor (outward Looking). Beorientasi
ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang
memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
- Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun output.
- Tingkat proteksi impor harus rendah.
- Nilai tukar harus realistis.
- Ada insentif untuk peningkatan ekspor
Orientasi keluar, yang merupakan dasar dari strategi
PE , menghubungkan ekonomi domestic dengan ekonomi dunia lewat promosi
perdagangan . Oleh karena itu , diskriminasi dalam penggunaan tarif, kuota ,
lisensi investasi, subsidi pajak dan kredit, instrumen instrumen lainnya yang
sering diterapkan dalam strategi SI, tidak cocok digunakan dalam strategi PE .
ini tidak mengatakan bahwa strategi PE sama sekali tidak ada intervensi
pemerintah . dalam pakteknya , banyak negara menerapakkan strategi PE dengan
menghilangtkan beberaparintangan terhadap ekspor.
Keberhasilan strategi PE sering diilustraskan dengan
pengalaman dari negara negara asia timur dan tenggara . dari banyak studi
mengenai keberhasilan dari negara negara tersebut , beberapa syarat penting
yang diberikan dari negara negara tersebut ,beberapa syarat penting yang
diberikan agar penerapan strategi tersebut membawa hasil baik adalah sebagai
berikut :
o Pasar harus menciptakan signal harga
yang benar , yang sepenuhnya merefleksikan kelangkaan dari barang yang
bersangkutan , baik pasar output maupun pasar input.
o Tingkat proteksi dari impor harus rendah
.
o Nilai tukar mata uang harus realisti,
sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan .
Lebih penting lagi , harus ada insentif untuk
meningkatkan ekspor.Menurut strategi ini paling tidak kesempatan yang sama
harus diberikan kepada industri industri yang memproduksi untuk pasar dalam
negeri dan industri industri untuk pasar ekspor.PE beorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki
keunggulan bersaing.Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang
merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun
output.
o Tingkat proteksi impor harus rendah.
o Nilai tukar harus realistis.
o Ada insentif untuk peningkatan
ekspor.
- Alternatif Strategi Industrialisasi
Adapun dalam mengatasi perihal industrialisasi ada
sejumlah alternatif serta meningkatkan kesempatan kerja , ada tiga tujuan
penting lainnya ari industrialisasi yang harus dicapai , yaitu sebagai berikut
:
o Menciptakan atau meningkatkan nilai
tambah ekonomi yakni nilai tambah dari semua sektor ekonomi yang ada ,
termasuk industri , pertanian ,
o Meningkatkan efensiensi ekonomi .
o Mengurangi ketergantungan pada impor.
Dalam memilih alternatif strategi industrialisasi yang
tepat untuk diterapkan diIndonesia untuk menyampaikan tujuan tujuan
tersebut , ada sejumlah aspek yang harus diperhatikan , yaitu sebagai berikut
melihat kenyataan bahwa ada dua sektor ekonomi yang besar dimana Indonesia
memiliki keunggulan kompratif atas sector sector tersebut , yaitu pertanian dan
pertambangan , maka dalam proses industrialisasi harus dibangun /
dikembangkanterkaitkan produksi kedepan dan kebelakang antara kedua sector
primer tersebut dengan sector industry manufaktur . industrialisasi atau
pembangunan sector industri manufaktur di Indonesia harus dilandaskan pada
sector pertanian dan sector pertambangan yang kuat, sesuai paradigma mengenai
spesialisasi yang didasarkan pada keunggulan komparatif yang ada keunggulan
kompetitif yang dapat dikembangkan.
Selain dengan sector primer , juga harus dibangun /
dikembangkan keterkaitan produksi antara sector industry manufaktur dengan
sector sector sekunder lainnya dan sector sector tersier . disamping itu , juga
harus dibangun / dikembangkan keterkaitan produksi didalam sector industry
manufaktur antara subsector / kelompok industry dan antara unit produksi
dari skala yang berbeda didalam setiap kelompok industry .
Strategi industrialisasi yang tepat bagi Indonesia
adalah yang memfokuskan pada perkembangan kelompok kelompok industry.
Perkembangan sector industry manufaktur harus berdasarkan spesialisasi
berdasarkan factor factor keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia dan
factor factor keunggulan kompetitif yang dapat dikembangkan, tidak lagi
industrialisasi berspektrum luas.
Industrialisasi harus member dampak positif terhadap
saldo neraca pembayaran, khususnya saldo neraca perdaganan, tidak hanya dengan
cara meningkatkan ekspor barang barang dengan nilai tambah tinggi , tetapi juga
dengan cara mengurangi impor. Industrialisasi harus mendukung potensi daerah ,
yang sekaligus mendukung pelaksanaan otonomi daerah
Strategi industrialisasi yang tepat adalah yang
bias meningkatkan kemampuan perusahaan perusahaan local / nasional dalam
berproduksi , mengembangkan teknologi dan produk dengan merek
sendiri. Industrialisasi harus menciptakan atau mempercepat
proses pendalaman struktur industry .
Pola industrialisasi juga harus berorientasi pada
peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat , tentu tanpa mengurangi
tingkat efesiensi dan produktivitas.
Jenis jenis insentif yang akan diberikan oleh pemerintah dengan maksud
untuk mendukung proses industrialisasi harus yang bias dibuktikan memiliki
social cost effectiveness-nya yang tinggi, artinya social benefit lebih besar
daripada social costnya .
C. Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan
(id.wikipedia.org, 2010).
Kemiskinan
adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk
hidup layak (id.answers.yahoo.com, 2009). Kemiskinan merupakan sebuah kondisi
yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan
dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas
kemiskinan (poverty threshold).
Garis
kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk
dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan
kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
Kemiskinan pada
umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan
keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas
kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan
kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara.
Jika dikaitkan
dengan sumber daya alam , dimana seseorang yang dikatakan tergolong miskin akan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja . Pekerjaan ini
bersumber dari pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam . Oleh dikarenakan
dimasa sekarang Indonesia sedang dalam perngembangan sektor industri , hal ini
akan berkaitan dengan usaha pemenuhan bahan industri yang akan di peroleh dari
sumber daya alam.Kemudian sumber daya alam yang di ambil secara terus menerus
dengan upaya pemenuhan bahan produksi industri , lama – lama akan habis
pula.Walaupun hal i ni terjadi karena rasa ketidakpuasan dan tidak terpenuhinya
kebutuhan masyarakat maka dari itu mereka tidak punya pilihan untuk mengerjakan
hal itu.
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
- Gejala Kemiskinan dan Perspektif Sejarah
Kemiskinan sebagai gejala dalam masyarakat sudah dikenal sejak makhluk
manusia menghuni bumi, tetapi kesadaran untuk memeranginya guna mewujudkan
pemerataan baru mulai berkembang setelah timbul hubungan antar-bangsa dan
negara yang sekarang bertambah erat, sehingga juga kita dapat membandingkan
mana yang kaya dan mana yang miskin. Sepanjang dapat kita telusuri kembali
sejak manusia beragama, kemiskinan sudah diakui ada, dan semua agama juga
mengandung perintah agar nasib kaum papa diperbaiki. Si kaya harus membagikan
sebagian kekayaannya kepada si miskin karena Allah Sang Pencipta memberikan
segala sumberdaya alam di bumi untuk dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh mahluk
manusia secara merata. Tetapi kemudian manusia menggagas dan merekayasa tatanan
masyarakat dan ekonomi yang membeda-bedakan penguasaan dan pemanfaatan atas
sumberdaya alam yang kaya. Demikianlah timbul pelapisan dalam kehidupan
bermasyarakat manusia, sehingga yang kaya menguasai yang miskin.
Salah satu kupasan menarik tentang hubungan antara agama Kristiani dan
tumbuhnya Kapitalisme pernah ditulis oleh R.H. Tawney (1938) yang dalam
kesimpulan beliau mengutip ahli ekonomi J. M. Keynes yang berpendapat : “Modern
Capitalism is absolutely irreligious…” sehingga akibatnya keadilan, kemiskinan
dan pemerataan tidak terlalu diperhatikan. Ratusan tahun sebelum Masehi, Farao
di Mesir sudah mengenal dan memelihara perbudakan. Di semua benua yang kita
kenalpun ada Raja-raja yang membeda-bedakan lapisan masyarakat menurut
keturunan, sehingga siapapun yang tidak tergolong “darah biru” hanya bernasib
mengabdi kepada Raja dan “kaum ningrat”. Ada kemajuan sosial berarti setelah
sistim perbudakan menjelang akhir abad ke-19 di beberapa negara dilarang dan
selangkah lebih maju lagi waktu Serikat Bangsa-bangsa (United Nations) melarang
segala bentuk perbudakan, yaitu dalam bentuk 33 negara anggota yang
menandatangani UN Convention 1956. Namun demikian berbagai bentuk eksploitasi
kaum papa oleh mereka yang berkuasa dan kaya masih berlangsung di banyak
negara.
Perlakuan pekerja dan buruh sebagai budak dalam sistim ekonomi mutakhir pun
masih terjadi dewasa ini dan mungkin berbenih dalam pemikiran ahli ekonomi
klasik Adam Smith (1776) yang mengemukakan prinsip “Survival of the Fittest”,
mirip dengan kehidupan di hutan rimba. Dalam kancah persaingan yang kuat akan
menang dan yang lemah akan musnah. Prinsip demikian sebenarnya dalam ekonomi
liberal masih berlaku juga antara perusahaan besar dan kecil, walaupun cara
bersaing semakin ditertibkan melalui undang-undang, peraturan dan hak azasi
manusia di ranah hukum.
Bahkan menurut Susan George (1976) kecuali perusahaan swasta juga ada
lembaga-lembaga internasional seperti misalnya Bank Dunia (IBRD dan IDA) yang
melalui Food Aid menyatakan membantu memerangi kemiskinan, namun dalam
kenyataan membuat negara-negara berkembang semakin tergantung pada negara
industrial yang maju. Karena itu S. George menyarankan agar negara-negara berkembang
berusaha keras melakukan pembangunan nasional secara lebih mandiri. Tentu -
menurut kesimpulan penulis – usaha itu harus dimulai dengan membenahi struktur
agraria agar sektor pertanian yang produktif menyumbang kearah industrialisasi.
- Kemiskinan dan Pembangunan
Periode setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia untuk dua
dasawarsa penuh dengan kegoncangan politik, dari gerakan DII/TII, APRA, PRRI
dan PERMESTA, konfrontasi dengan Malaysia dan Singapura dan akhirnya dengan
Belanda tentang Irian Barat. Ketenangan politik nyatanya baru tercapai setelah
peristiwa G-30-S di tahun 1965 dan lahirnya Orde Baru (1966). Memang dibawah
pemerintah Bung Karno dan Bung Hatta pernah ada perumusan tentang Pembangunan
Nasional 1956-1961, dan kemudian Pembangunan Semesta (1961-1969), tetapi akibat
banyak kegoncangan politik praktis tidak ada hasil yang nyata dalam hal
menurunkan kemiskinan.
Selama pemerintahan dibawah Jenderal Soeharto ynag lebih sentralistik ada
beberapa usaha yang lebih nyata: pertama pelaksanaan Revolusi Hijau untuk
meningkatkan produksi padi dengan mengimpor teknologi baru seperti pupuk kimia,
obat-obatan melawan serangga, perbaikan dan perluasan jaringan pengairan dan
mekanisasi pertanian. Akibatnya kegiatan di daerah pedesaan meningkat, tetapi
sekaligus juga timbul rasionalisasi dalam masyarakat tani. Penanaman padi
semakin membutuhkan luas areal sawah, sehingga petani gurem (<0,5 Ha)
tersisihkan. Bila tidak menjadi buruh tani diatas tanah sendiri dan bekerja
untuk tuan tanah besar, mereka menawarkan tenaganya di sektor informal
perkotaan. Sistim panen bersama oleh kaum perempuan (derep) dan memperoleh
bagian tertentu dari hasil (bawon) hilang, diganti dengan pemanen bayaran
(tebasan).
Jadi revolusi hijau meningkatkan kegiatan di pedesaan serta hasil panen
padi sehingga mencpai swa sembada beras (1985), tetapi dipihak lain juga
mengurangi pekerjaan bagi buruh tani (tunakisma) dan petani gurem yang terpaksa
“mengelaju” ke kota. Gejala Preman, Mang Ogah, Pengemis, Pengamen, Pencopet,
Buruh lepas dan sebagainya makin tampak di daerah perkotaan. Perkembangan yang
kurang menggembirakan itu menarik perhatian UNICEF juga dan dengan biaya
lembaga PBB tersebut Prof. Sajogyo diminta melakukan evaluasi tentang Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga di tahun 1973/1974. Hasil studi berdasarkan survey luas
di 15 Kabupaten seluruh Indonesia yang penting itu melahirkan suatu suatu Garis
Kemiskinan untuk penduduk Indonesia. Setelah itu Biro Pusat Statistik dan juga
Bank Dunia menyambung dengan survey yang menambah kriteria garis kemiskinan
tersebut.
Sekarang beberapa kriteria dapat dimanfaatkan untuk menilai kemiskinan
karena Bank Dunia menambah dengan kriteria dibawah USD $ 1,00 / 2,00 sehari per
kapita. Biro Pusat Statistik, Departemen dan Bank Dunia mulai mengadakan survey
untuk memantau perkembangan tersebut dan dalam rangka inilah juga dimulai studi
oleh beberapa Universitas. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor – Institut
Teknologi Bandung – dan institute of Social Studies dari Negeri Belanda melakukan
studi tentang keadaan dan perkembangan di daerah pedesaan (1987-1991).
Peneliti-peneliti ada yang senior seperti Dr. B. White, Dr. Joan Hardjono, Dr.
Ines Smith, tetapi juga ada peneliti Indonesia yang muda. Pimpinan ada di
tangan tiga ahli: Prof. Sajogyo (IPB-Sosiologi Pedesaan) – Prof. Hasan Poerbo
alm. (ITB Lingkungan) dan Prof. B. White (I.S.S. Anthropology) yang sekaligus
menjabat Acting Director di kantor Pusat (Jl. Raden Patah 28 Bandung).
Tanpa mengulas semua hasil penelitian selama 1987-1991, tetapi hasil
umumnya jelas menunjukkan bahwa daerah pedesaan menghadapi permasalahan seperti
Agraria, kemiskinan, pengangguran, usaha kecil dan peranan perempuan yang
segera perlu ditangani karena mengurangi penderitaan juga memerlukan waktu yang
cukup lama. Ukuran dan definisi kemiskinan memang masih berbeda-beda. Prof.
Sajogyo di tahun 1974sudah berhasil merumuskan “garis kemiskinan” berdasarkan
nutrisi (pangan per kapita) - ada statistik BPS yang menggunakan “pengeluaran
per kapita “ per hari/bulan, sedangkan Bank Dunia berpatokan pada “penghasilan
per kapita sehari” (dibawah USD $ 1,00 atau USD $ 2,00). Departemen Pertanian
sering menggunakan kriterium “luas tanah garapan” atau “hasil produksi” dan
BKKBN pernah menerapkan kriterium “kualitas tempat tinggal”.
Sebenarnya menarik untuk mengkombinasikan beberapa kriteria tersebut.
Menurut Prof. R. Lawang (2002) yang mengutip BPS penduduk Indonesia tahun 2001
berjumlah 201.703.537 jiwa (dugaan 2007 sudah melebihi 220 juta) atau 43,12%
dan tinggal di perkotaan, sedangkan 56,88% masih tinggal di daerah pedesaan.
Memang dari beberapa sumber statistik timbul gambaran bahwa kemiskinan antara
1970-1987 menurun. Misalnya BPS yang menggunakan kriterium “pengeluaran per
kapita” menghasilkan gambaran sebagai berikut :
contoh:
Yang miskin dari jumlah penduduk
Pedesaan Perkotaan
Juta orang % Juta orang %
1976 44,2 40,37 10,0 38,79
1980 32,8 28,42 9,5 29,04
1987 20,3 16,14 8,9 20,14
Dari sample ini tampaknya menurunnya % kemiskinan di perkotaan relatif
kurang cepat dibandingkan dengan di pedesaan. Mungkin ini hasil produksi yang
meningkat selama Revolusi Hijau. Menurut alm. Dr. Hendra Esmara, kemiskinan
antara 1970 dan 1987 memang menurun untuk Pedesaan dari 48,5% sampai 44,8%, tetapi
di perkotaan justru meningkat dari 7,1 % menjadi 14,6% atau naik lebih dari
100%, dan ini suatu gejala bahwa urbanisasi memang meningkat cepat. Bila kita
kutip Laporan Bank Dunia (1990) dapat dibaca bahwa walaupun penduduk miskin
(nasional) antara 1980-1987 turun dari 42,3 juta (28,6%) sampai 30,0 juta
(17,4%), namun sebagai diumumkan pemerintah masih ada sekitar 39 juta (17%)
yang miskin dewasa ini (2007).
Urbanisasi merupakan jalur pelarian bagi buruh tani dan petani gurem yang
dapat menetap di kota atau menjadi pengelaju. Satu contoh adalah hasil studi J.
Breman dan G. Wiradi (2005) setelah krisis ekonomi Agustus 1997 juga melanda
negeri kita. Ternyata pasang surut kemiskinan masih akan menggejala sehingga
memerlukan perhatian lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah, peneliti
akademik maupun LSM yang menunjang dan mendorong proses demokratisasi. Kalangan
pemerintah maupun media masa tidak jarang memberitakan bahwa keadaan sudah
membaik dibandingkan 1998, karena pertumbuhan ekonomi sudah melampaui sasaran,
tetapi ternyata dari berita-berita internasional bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak berdampak langsung pada penurunan kemiskinan. Bukan saja hal ini kita
alami di negeri kita tetapi juga diberitakan antara lain di terbitan mingguan
Newsweek (2007).
Baik di India yang pertumbuhan ekonominya mencapai 8% setahun dan di RRC
yang selama satu dasawarsa mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi 10% setahun
kemiskinan di daerah pedesaan masih menggejala. Untuk para pembaca yang
tertarik dan masih memperihatinkan kemiskinan dalam proses Reformasi negara
kita dilampirkan daftar sejumlah terbitan mengenai kemiskinan dan usaha
memeranginya. Kebijakan pembangunan Indonesia sebagai negara agraris memang
kurang membenahi struktur agraria dalam arti luas, dan lebih cenderung menjual
kekayaan sumberdaya alam (M. Humpreys dkk, 2007), yang berakibat pertanian
mengurangi kedaulatan pangan, timbulnya kemiskinan dan pengangguran serta
penjualan tenaga kerja murah meningkat. Pada umumnya modal asing yang ditanam
atau dipinjam lebih bersifat “padat modal” sehingga kesempatan kerja pun
terbatas.
D. Hubungan Industrialisasi dengan Kemiskinan
Industrialisasi yang berkembang dapat menyedot begitu banyak tenaga kerja.
Hal ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari sektor non
industri menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada pendapatan yang
diperoleh oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara tidak langsung
industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Umumnya karena daya beli yang lebih kuat (karena itu mempunyai pilihan yang
lebih luas) dan informasi yang lebih lengkap, maka mereka yang berpendapatan
tinggi lebih tidak peka terhadap kualitas lingkungan yang menurun. Pada kasus
di mana kualitas lingkungan udara telah tercemar, mereka yang berpendapatan
tinggi lebih mudah untuk pindah ke lokasi lain dengan kualitas udara lebih
baik, sedangkan mereka yang berpendapatan rendah akan terjebak dalam lingkungan
tercemar tersebut, disini terlihat hubungan antara industrialisasi, kemiskinan
dan sumber daya alam. Industrialisasi mempengaruhi kemiskinan melalui tingkat
pendapatan yang diberikan sektor industri. Kemiskinan mempengaruhi tinggkat
penggunaan sumberdaya alam dan proses konservasi sumber daya alam serta
lingkungan hidup. Sumber daya alam merupakan sebagai bahan baku dalam
Industrialisasi .
Selain itu industrialisasi memberikan dampak pula pada tingkat kesehatan
yang mempengaruhi jumlah natalitas dan mortalitas penduduk. Dengan kata lain
industrialisasi juga mempengaruhi jumlah penduduk.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, perekonomian harus lebih banyak
menyediakan barang dan jasa yang merupakan hasil dari industrialisasi.
Peningkatan produksi barang dan jasa menuntut lebih banyak produksi barang SDA
yang harus digali dan semakin menipisnya SDA dan akhirnya pencemaran lingkungan
semakin meningkat.
Ada hubungan yang positif antara jumlah dan kuantitas barang sumberdaya dan
pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tersedianya sumberdaya alam yang ada di dalam bumi. Di samping itu
dengan pembangunan ekonomi yang cepat yang dibarengi dengan pembangunan pabrik
sebagai bentuk industrialisasi akan meningkatkan pencemaran lingkungan.
Peningkatan pencemaran lingkungan akan mempersempit lapangan kerja sehingga
menimbulkan pengangguran dan berujung pada persoalan kemiskinan. Hubungan itu
terus berlangsung dengan pola saling mempengaruhi satu sama lainnya dimana
untuk memperbaiki salah satu diantaranya maka harus memperbaiki keseluruhan
bagian. Misalnya dalam penanganan pembrantasan kemiskinan maka permasalahan
industrialisasi dan sumber daya alam juga harus menjadi fokus penanganan dalam
proses tersebut.
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses
industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat
pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat,
keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan
pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo
Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode
1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya
dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery
(pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6%
dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh
dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini
meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga
riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Industrialisasi
yang berkembang di era sekarang ini menyedot begitu banyak tenaga kerja. Hal
ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari sektor non industri
menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada pendapatan yang diperoleh
oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara tidak langsung
industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Namun ternyata
perekonomian Indonesia masih sangat tegantung pada sumber daya alam (pertanian,
hasil hutan, perkebunan, pariwisata, pertambangan, dan sebagainya). Di pihak
lain, tingkat pendapatan masyarakat umumnya masih rendah. Oleh karena itu,
tingkat kesejahteraan (dan usaha penanggulangan kemiskinan) Indonesia menjadi
sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas lingkungan.
Matriks Ketergantungan Ekonomi terhadap SDA dan LH dengan Tingkat Pendapatan
| |||||||||||||||||
Di samping itu,
kita perlu pula memperhatikan kepekaan perubahan kualitas lingkungan terhadap
masyarakat dengan tingkat kehidupan tertentu dalam satu komunitas tertentu.
Umumnya karena daya beli yang lebih kuat (karena itu mempunyai pilihan yang
lebih luas) dan informasi yang lebih lengkap, maka mereka yang berpendapatan
tinggi lebih tidak peka terhadap kualitas lingkungan yang menurun. Pada kasus
di mana kualitas lingkungan udara telah tercemar, mereka yang berpendapatan
tinggi lebih mudah untuk pindah ke lokasi lain dengan kualitas udara lebih
baik, sedangkan mereka yang berpendapatan rendah akan terjebak dalam lingkungan
tercemar tersebut.
Bila ditinjau
lebih mendalam, terlihat ada hubungan yang saling mempengaruhi antara
industrialisasi, kemiskinan dan sumber daya alam. Industrialisasi mempengaruhi
kemiskinan melalui tingkat pendapatan yang diberikan sektor industri.
Kemiskinan mempengaruhi tinggkat penggunaan sumberdaya alam dan proses
konservasi sumber daya alam serta lingkungan hidup. Sumber daya alam merupakan
sebagai bahan baku dalam Industrialisasi .
Selain itu industrialisasi memberikan dampak pula pada
tingkat kesehatan yang mempengaruhi jumlah natalitas dan mortalitas penduduk.
Dengan kata lain industrialisasi juga mempengaruhi jumlah penduduk.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, perekonomian harus lebih banyak
menyediakan barang dan jasa yang merupakan hasil dari industrialisasi.
Peningkatan produksi barang dan jasa menuntut lebih banyak produksi barang SDA
yang harus digali dan semakin menipisnya SDA dan akhirnya pencemaran lingkungan
semakin meningkat.
Ada hubungan
yang positif antara jumlah dan kuantitas barang sumberdaya dan pertumbuhan
ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan
tersedianya sumberdaya alam yang ada di dalam bumi. Di samping itu dengan pembangunan
ekonomi yang cepat yang dibarengi dengan pembangunan pabrik sebagai bentuk
industrialisasi akan meningkatkan pencemaran lingkungan.
Peningkatan pencemaran lingkungan akan mempersempit
lapangan kerja sehingga menimbulkan pengangguran dan berujung pada persoalan
kemiskinan. Hubungan itu terus berlangsung dengan pola saling mempengaruhi satu
sama lainnya dimana untuk memperbaiki salah satu diantaranya maka harus
memperbaiki keseluruhan bagian. Misalnya dalam penanganan pembrantasan
kemiskinan maka permasalahan industrialisasi dan sumber daya alam juga harus
menjadi fokus penanganan dalam proses tersebut.
E. Kaitan Antara Kemiskinan, Industrialisasi, Dan Pengambilan Sda Dalam
Ruang Dan Waktu
a. Pandangan
manusia dalam Ruang dan waktu
Kelompok Roma khawatir apakah penduduk makin besar
jumlahnya dapat terpenuhi kebutuhannya dg SDA makin terbatas adanya. Kelompok
ini juga mengatakan bahwa banyak dari manusia yang berpandangan jangka pendek
atau sempit dan sedikit yang jangka panjang
b. Beberapa
kesimpulan studi kelompok roma
Bila kecenrungan pertumbuhan
jumlah penduduk dunia, industrilisasi, pencema
ran, dan pengambilan SDA tetap seperti saat ini, ba tas pertumbuhan di bumi ini
akan tercapai 100 tahun lagi. Akibatnya jumlah penduduk akan berkurang secara
drastis termasuk kapasitas sektor industri .Ada kemungkinan untuk mengubah
kecendrungan pertumbuhan dan menciptakan keadaan ekologi dan ekonomi yang
stabil di masa datang. Keseimbangan secara global di dunia ini dapat direkayasa
shg kebutuhan setiap orang di dunia ini dapat dipuaskan dan setiap orang
memiliki kesempatan yang sama untuk merealisasikan potensi2 yang
dimilikinya.Bila penduduk dunia mengambil keputusan untuk berjuang merealisasikan
keadaa pada butir(2), semakin cepat mereka mulai, semakin cepat pula
kemungkinan berhasilnya
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bersifat tarik menarik (timbal balik) diantara
industrialisasi, kemiskinan dan sumber daya alam. Ketiga komponen tersebut
merupakan permasalahan kompleks yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam
pengambilan SDA pasti akan sangat berkaitan dengan investasi dan dana, sehingga
apabila suatu Negara tersebut memiliki potensi SDA yangb banyak namun tidak
bisa mengelola akibat terkendala pada teknologi, tenaga ahli, dan lainnya yang
tentu bersumber pada biaya maka Negara tersebut tidak akan mencapai kemajuan
terutama di era industrialisasi ini.
Oleh sebab itu kaitan antara kemiskinan,
industrialisasi , dan pengambilan SDA demi pemanfaatannya untuk memenuhi pasar
global maupun kebutuhan kehidupan masyarakat pada umumnya sangat lah penting
dan ber[ppengaruh satu sama lain. Betapa tidak hal ini akan dibuktikan apabila
suatu Negara itu miskin maka ia tidak bisa mengambil dan mengelola sumber daya
alam yang ada sehingga ia tidak akan mewujudka Negara industrialisasi yang akan
berpeluang memajukan Negara tersebut di era dan tuntutan zaman seperti sekarang
ini.
Dalam pengambilan SDA itu sendiri penting untuk
mengetahui strategi dan kebijakan yang tepat serta unsur pendukung dan
penghambat ddalam prosesnya, serta bagaiman hal itu akan mengurangi kemiskinan
dan mewujudkan perekonomian industrialisasi yang seperti menjadi tuntutan di
zaman sekarang ini.
Referensi:
Prawiro, Ruslan. 1979. Ekonomi Sumber Daya. Bandung: Alumni
Reksohadiprodjo, Sukanto. 1987. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi.
Bandung: BPFE YOGYAKARTA
Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang : Kasus
Indonesia. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia
http://Memerangi Kemiskinan Menuju Pemerataan.htm
http://Dayintapinasthika's Blog.htm
http://kaitan-antara-kemiskinan-industrialisasi-dan-pengambilan-sda-Ilmu-Ekonomi.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar